Kisah Hidup Dokter Anak dan Sopir Ojol (True Story)
Setelah kemarin ane cerita kisah hidup ane, kebetulan ane ketemu sama dua orang yang cerita hidupnya juga menarik dan sedikit mirip sama pengalaman ane
Ini true story dan ane ga ijin sama yang punya hidup buat diceritain di sini
Mudah mudahan enggak ada yang kenal sama orang-orangnya
Tentu saja nama dan lokasi disamarkan, plus ada bumbu-bumbu yang ditambah supaya lebih terasa
Silakan
1
Sebelum mulai, saya mau kenalkan dua tokoh utamanya dulu. Yang pertama adalah seorang dokter spesialis anak. Kita sebut saja Cecil. Yang kedua adalah laki-laki yang profesinya sopir ojek online. Namanya sebut saja Gilang.
Saya ketemu keduanya lewat profesi saya sebagai agen asuransi. Saya punya salah satu anggota tim bernama D yang jago jualan. D ini kemudian berhasil jual asuransi ke Cecil. Tapi suatu hari D ini hilang tanpa kabar jadi semua nasabah D dioper ke saya.
Sebagai agen yang baik, maka saya janjian dengan Cecil buat perkenalan. Cecil ini orang sibuk. Dari Senin sampai Jumat dia praktik di rumah sakit dan ngajar di kampus. Sabtu, kalau tidak ada acara seperti isi seminar atau pelatihan, dia biasanya sibuk olahraga. Jadi ketemu dia ini susah banget. Sampai akhirnya kami dapat tanggal merah di mana dia tidak ada jadwal.
Sebelum ketemu, saya baca dulu profil dia di sistem buat persiapan. Cecil ini usianya sudah lewat empat puluh tahun dan sepertinya belum menikah, soalnya ahli warisnya ditulis untuk ibunya. Usia empat puluh dan belum menikah. Di bayangan saya orangnya, ya, sudah ibu-ibulah. Tapi waktu ketemu ternyata saya salah.
Memang, sih, sudah ibu-ibu, ada kerutan di mukanya. Tapi masih cantik. Kulitnya putih karena dia keturunan Tionghoa. Rambutnya sebahu dan dimodel meliuk di bagian bawah. Matanya enggak sipit seperti keturunan Tionghoa kebanyakan dan dia pakai kacamata. Karena saya lelaki normal, saya lihatin juga bagian badan lain. Hari itu dia pakai baju blus yang longgar tapi saya bisa kira-kira sebesar apa dada dia. Enggak besar, tapi paslah kalau digenggam. Cuma bagian bawahnya enggak kelihatan karena waktu kami ketemu di kedai kopi S yang beken itu dan dia duduk.
Setelah saya jelaskan maksud dan tujuan, saya minta ijin buat review polis dia. Karena dia enggak bawa polisnya maka kami janjian lagi. Kali ini janjiannya di apartemen dia. Nah, pas dia bangun buat pamit ini baru saya bisa nilai sisa badan dia. Kalau tadi bagian atasnya nilainya pas-pasan, bagian bawahnya di atas rata-rata menurut saya. Waktu dia jalan membelakangi saya, pantatnya tampak jelas dan, uh, mengkel. Tipe yang kalau kita pukul balik ke bentuk semula. Lemah saya membayangkannya.
Perkenalan Cecil cukup sampai di sini. Sebelum dilanjut soal Cecil, saya mau kenalkan tokoh satu lagi, si Gilang.
Gilang ini sopir ojek online. Tapi sebelum dia jadi sopir ojek, dia punya sejarah. Dia dilahirkan di keluarga yang biasa-biasa. Bapak ibunya PNS dan punya satu orang adik perempuan. Bapaknya meninggal waktu dia SD kelas 6 dan ibunya yang jadi tumpuan keluarga. Gilang tahu serepot apa ibunya membiayai dia dan adiknya, jadi dia belajar mati-matian buat masuk ke sekolah-sekolah negeri, PTN, dan akhirnya dapat kerjaan cepat supaya bisa bantu.
Masa mudanya terbilang biasa-biasa juga. Keluarganya cukup agamis dan dia juga seperti itu. Dulu. Semua berubah ketika negara api menyerang.
Waktu kuliah, dia ikut panitia event kampus yang isinya campuran antara anak-anak seangkatan dia dan kakak kelas. Di sana dia ketemu senior yang namanya Rita. Anaknya cantik dan jilbaban. Mereka sering ketemu di musola pas salat. Kebetulan di kepanitiaan yang lumayan sering salat cuma mereka berdua. Mereka jadi dekatlah dan sehabis event selesai, maka mereka jadian.
Gilang ini bisa dibilang alim. Dia enggak pernah merokok dan walaupun sudah pernah pacaran sebelumnya, hubungan dia paling jauh dengan pacarnya cuma sebatas pegangan tangan. Rita ini usianya lebih tua dan datang dari luar kota, jadi dia tinggal di kos-kosan. Suatu hari, Gilang berkunjunglah ke kosan Rita. Kaget dia waktu datang karena Rita cuma pakai tank top dan celana pendek. Gilang, kata orangnya sendiri, langsung canggung, dan, yah, sedikit terangsang. Ternyata Rita memang begitu dandanannya kalau di kos-kosan.
Mereka kongkowlah berdua di kamar kos.
Di sana mereka nonton film di komputer Rita. Filmnya waktu itu Armageddon dan sepanjang film Gilang enggak bisa konsen. Gimana bisa? Lha, wong, si Rita gelayutan di tangan dia. Kulitnya nempel ke kulit Gilang. Rita ini enggak putih, katanya, kulitnya sawo matang tapi bersih. Rambutnya panjang sampai ke punggung dan waktu itu diikat sama dia. Pahanya mulus dan montok. Yang paling bikin susah konsen adalah belahan dadanya yang kelihatan karena dia cuma pakai tank top.
Yang namanya laki-laki normal berduaan di kos-kosan sama perempuan yang pakai baju seadanya, ya, dia coba curi kesempatan. Ditaruhlah tangannya di paha. Rita diam saja. Agak naik, nih, tangan Gilang ke pinggang. Rita bergerak. Yang tadinya gelayutan jadi duduk. Terus mereka hadap-hadapan. Dan akhirnya mereka ciuman.
Buat Gilang itu first kiss. Buat Rita, kayaknya itu yang keseratus, karena jago banget. Gilang dibimbing sama Rita gimana caranya ciuman. Dari mulai cuma pakai bibir, terus Rita masukin lidahnya. Rita mendorong Gilang sampai rebahan di kasur. Tangan Gilang diambil Rita terus diarahkan ke dada. Gilang dengan otomatis meremas dada Rita. Badannya langsung panas dingin. Rita kayaknya ngeh kalau Gilang bergidik, jadi dengan lembut, Rita memasukkan tangan Gilang ke balik kausnya.
Gilang mulai ngos-ngosan. Si jenderal sudah berdiri tegak sekali. Makin lama mereka ciuman, makin erat mereka pelukan. Si jenderal sudah mentok di celana Gilang dan menabrak-nabrak badan Rita. Lalu Rita meraba celana Gilang dan meremas lembut jenderalnya. Gilang berhenti bernapas.
Rita tersenyum lalu dia membuka tank topnya. Gilang juga buka baju. Terus Rita membuka celana jins Gilang, celana dalamnya dan mengulum si jenderal. Sensasi pertama dan Gilang langsung duar.
Rita tersenyum sambil ambil tisu buat bersih-bersih. Gilang diam lama sekali sambil pakai baju. Rita masuk kamar mandi terus keluar lagi. Dia lihat Gilang masih diam.
“Kenapa kamu diam begitu?” tanya Rita.
“Baru pertama.”
“Oh. Gimana?”
“Ya, gitu….”
“Enggak sesuai ekspektasi?”
“Bukan itunya yang enggak sesuai….”
Rita tersenyum. “Kaget, ya, aku orangnya ternyata begitu?”
Gilang mengangguk.
“Saya awalnya sama kayak kamu. Syok. Tapi lama kelamaan kerasa enaknya. Sedikit nagih.”
Gilang diam lagi.
“Enggak usah kelamaan kagetnya, ah. Semua orang di dunia ini kalau dalam situasi yang memungkinkan buat begituan dan diajak, pasti jebol.”
“Saya belum pernah.”
“Lah, yang tadi apa? Percaya, deh. Enggak ada yang alim di dunia ini.”
Gilang terdiam sebentar. “Masa, sih, semua orang kalau diajak mau?”
“Dengan situasi yang mendukung, ya. Jaminan.”
Maka dari hari itulah Gilang memutuskan untuk mencoba teori Rita.
—
Minta komen dan dukungannya suhu semua
Kalau rame ane update